Opoae ~ Jika anda tinggal di Jakarta pada era 80-an, tentu pernah melihat bahkan menggunakan bus tingkat. Ya. Bus berlantai dua ini menjadi sesuatu yang istemewa bagi pengguna kendaraan umum. Selain mampu membawa penumpang lebih banyak, warga juga bisa menikmati kesibukan kota dari atas bus dobledecker ini.
Dulu, bus tingkat biasa berlalu lalang di ruas jalan Pasar Baru menuju Pondok Kopi atau dari Kota menuju Blok M. Tidak hanya di Jakarta, bus tingkat juga pernah popular di berapa kota seperti, Bandung, Surabaya, Solo, dan Makasar.
Sistem doubledecker awalnya dikembangkan di London, Inggris. Kemudian teknologi ini dipakai di kota-kota besar lain seperti Hongkong, Singapura, Sri Langka, Kanada, dan Jerman. Belakangan bus tingkat banyak digunakan untuk bus pariwisata. Bahkan, agar wisatawan bisa lebih leluasa melihat sekitar, ada bus tingkat yang sengaja tidak dilengkapi atap.
Itu bisa terlihat ketika anda menyasikan salah satu klub sepakbola merayakan kemenangan. Mereka berdiri, merayakan kemenangan dengan bernyanyi dan berjoget di atas bus tanpa atap.
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan bus tingkat seperti pemakaian ruang jalan yang hemat dengan daya angkut penumpang lebih banyak dibandingkan dengan bus singgledecker. Keuntungan lainnya, sangat sesuai dengan trayek yang permintaannya tinggi. Seperti sudah diulas di awal, bus tingkat sangat disenangi oleh wisatawan.
Kendati demikian, bus tingkat bukan tanpa kerugian. Posisi titik beratnya yang tinggi membuat bus jenis ini tidak stabil, sehingga hanya sesuai digunakan di medan yang datar. Penderita cacat yang menggunakan kursi roda jua dirugikan dengan adanya bus ini. Sebab mereka tidak bisa naik ke atas lantaran untuk naik ke atas hanya disedikan tangga. Itupun sangat sempit.
Kini, bus tingkat di Jakarta tinggal kenangan. Bus tingkat sudah hilang dari kebisingan arus lalu lintas Ibu Kota sejak akhir 1990-an. Diduga, pertimbangan penghapusan bus tingkat ini lantaran ruas jalan Ibu Kota sudah dipenuhi jalan layang dan underpass. Sangat sulit bagi bus ini untuk melaju di atas ruas jalan seperti ini.
Kini, tak sedikit warga Jakarta yang rindu akan kehadiran bus tingkat. Sebut saja Helmi Syarief, warga Cipinang Jakarta Timur ini mengaku bus tingkat menjadi kenangan tersendiri saat dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Saban hari dia hilir mudik dengan menggunakan jasa bus tingkat.
"Iya kemana tuh sekarang bus tingkat ya. Ingat SD jadinya," kata dia.
Kerinduan Rumiyati terhadap bus tingkat juga tak kalah seru. Perempuan yang bekerja di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan ini selalu naik bus tingkat ke tempatnya bekerja pada 1982. Dia mengenang, saat itu ongkos yang sangat dikeluarkan sangatlah murah. "Dulu saya naik bus tingkat hanya Rp50 perak," ungkapnya.
Rumiyati yang kini usianya sudah mencapai lebih dari 40 tahun juga mengingat kegemarannya naik di lantai atas bus tingkat jurusan Kota-Blok M. "Dulu biasanya, yang jaraknya jauh naik di atas. Kalau jaraknya dekat di bawah," tuturnya senyum.
Dulu, bus tingkat biasa berlalu lalang di ruas jalan Pasar Baru menuju Pondok Kopi atau dari Kota menuju Blok M. Tidak hanya di Jakarta, bus tingkat juga pernah popular di berapa kota seperti, Bandung, Surabaya, Solo, dan Makasar.
Sistem doubledecker awalnya dikembangkan di London, Inggris. Kemudian teknologi ini dipakai di kota-kota besar lain seperti Hongkong, Singapura, Sri Langka, Kanada, dan Jerman. Belakangan bus tingkat banyak digunakan untuk bus pariwisata. Bahkan, agar wisatawan bisa lebih leluasa melihat sekitar, ada bus tingkat yang sengaja tidak dilengkapi atap.
Itu bisa terlihat ketika anda menyasikan salah satu klub sepakbola merayakan kemenangan. Mereka berdiri, merayakan kemenangan dengan bernyanyi dan berjoget di atas bus tanpa atap.
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan bus tingkat seperti pemakaian ruang jalan yang hemat dengan daya angkut penumpang lebih banyak dibandingkan dengan bus singgledecker. Keuntungan lainnya, sangat sesuai dengan trayek yang permintaannya tinggi. Seperti sudah diulas di awal, bus tingkat sangat disenangi oleh wisatawan.
Kendati demikian, bus tingkat bukan tanpa kerugian. Posisi titik beratnya yang tinggi membuat bus jenis ini tidak stabil, sehingga hanya sesuai digunakan di medan yang datar. Penderita cacat yang menggunakan kursi roda jua dirugikan dengan adanya bus ini. Sebab mereka tidak bisa naik ke atas lantaran untuk naik ke atas hanya disedikan tangga. Itupun sangat sempit.
Kini, bus tingkat di Jakarta tinggal kenangan. Bus tingkat sudah hilang dari kebisingan arus lalu lintas Ibu Kota sejak akhir 1990-an. Diduga, pertimbangan penghapusan bus tingkat ini lantaran ruas jalan Ibu Kota sudah dipenuhi jalan layang dan underpass. Sangat sulit bagi bus ini untuk melaju di atas ruas jalan seperti ini.
Kini, tak sedikit warga Jakarta yang rindu akan kehadiran bus tingkat. Sebut saja Helmi Syarief, warga Cipinang Jakarta Timur ini mengaku bus tingkat menjadi kenangan tersendiri saat dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Saban hari dia hilir mudik dengan menggunakan jasa bus tingkat.
"Iya kemana tuh sekarang bus tingkat ya. Ingat SD jadinya," kata dia.
Kerinduan Rumiyati terhadap bus tingkat juga tak kalah seru. Perempuan yang bekerja di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan ini selalu naik bus tingkat ke tempatnya bekerja pada 1982. Dia mengenang, saat itu ongkos yang sangat dikeluarkan sangatlah murah. "Dulu saya naik bus tingkat hanya Rp50 perak," ungkapnya.
Rumiyati yang kini usianya sudah mencapai lebih dari 40 tahun juga mengingat kegemarannya naik di lantai atas bus tingkat jurusan Kota-Blok M. "Dulu biasanya, yang jaraknya jauh naik di atas. Kalau jaraknya dekat di bawah," tuturnya senyum.
Baca Juga:
- Buruknya Polusi Udara Cina Terlihat Sampai Luar An...
- Kunyah Permen Karet Itu Bagus untuk Otak Loo
- Manusia Tidak Dapat Melihat Jin Atau Setan