Opoae ~ Dalam 15 bulan ke depan, pemerintah Jepang lewat Perdana Menterinya Shinzo Abe berencana untuk menghabiskan US$ 100 miliar lebih atau lebih dari Rp 1.000 triliun untuk infrastruktur. Tapi Jepang mau bangun apa lagi?
Dana infrastruktur yang besar ini digelontorkan untuk menyemangati kondisi ekonomi yang lesu. Tapi, dengan banyaknya kereta peluru, jalan tol, hingga pulau buatan, Jepang tampaknya tidak memerlukan investasi infrastruktur yang besar.
"Kami tidak bisa dengan mudah membangun jalan dan infrastruktur saat ini, karena populasi yang menyusut dan kebanyakan adalah orang berumur," kata seorang profesor kebijakan publik dari Universitas Hosei Jepang yaitu Takayoshi Igarashi seperti dikutip dari Reuters.
Dana infrastruktur yang menjadi agenda pemerintahan Abe ini juga dilakukan untuk mengakhiri deflasi yang terus terjadi di negara tersebut. Anggaran infrastruktur yang nilainya 10 triliun yen (US$ 107 miliar) ini akan dihabiskan dalam 15 bulan dan setengahnya dibiayai dari utang pemerintah.
Anggaran infrastruktur Jepang tersebut setara dengan 25% dari total dana infrastruktur yang diperlukan negara-negara di seluruh dunia tiap tahun menurut OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development).
Belanja atau penggunaan anggaran pemerintah memang menjadi obat klasik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang melemah. Jepang telah mengucurkan US$ 2 triliun untuk industri guna mendorong ekonomi, namun tetap sulit.
Para pengamat ekonomi mengingatkan, Jepang memang harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara hati-hati karena anggaran yang dikeluarkan pemerintah selama ini kurang berhasil mendorong ekonomi dan malah hanya meningkatkan utang saja.
Soal keandalan infrastruktur, Jepang saat ini memang sudah top. Panjang jalan yang dimiliki negara Matahari Terbit ini mencapai 1,2 juta kilometer atau kelima terpanjang di dunia. Jepang juga mempunyai 680 ribu jembatan di seluruh negaranya, 10 ribu terowongan, 250 kereta peluru atau super cepat dan 98 bandara.
Pembangunan infrastruktur di Jepang saat ini memang sia-sia karena sudah lengkap. Contoh saja bandara Ibaraki, 85 kilometer di sebelah utara Tokyo, yang dibuka 2010 dengan nilai US$ 225 juta (Rp 2,1 triliun) sebagai bandara khusus penerbangan murah. Saat ini, bandara tersebut hanya melayani 6 penerbangan sehari, jadi tidak efektif mendorong ekonomi.
Selain itu, pembangunan jalan baru di Jepang juga bakal sia-sia. Kenapa? Karena saat ini makin sedikit jumlah mobil yang ada di jalanan. Perusahaan riset otomotif Jepang bahkan mengatakan, penjualan mobil di Jepang akan turun dari 5,4 juta unit tahun lalu menjadi hanya 4,5 juta unit di 2020, dan hanya 3 juta di 2040.
Dana infrastruktur yang besar ini digelontorkan untuk menyemangati kondisi ekonomi yang lesu. Tapi, dengan banyaknya kereta peluru, jalan tol, hingga pulau buatan, Jepang tampaknya tidak memerlukan investasi infrastruktur yang besar.
"Kami tidak bisa dengan mudah membangun jalan dan infrastruktur saat ini, karena populasi yang menyusut dan kebanyakan adalah orang berumur," kata seorang profesor kebijakan publik dari Universitas Hosei Jepang yaitu Takayoshi Igarashi seperti dikutip dari Reuters.
Dana infrastruktur yang menjadi agenda pemerintahan Abe ini juga dilakukan untuk mengakhiri deflasi yang terus terjadi di negara tersebut. Anggaran infrastruktur yang nilainya 10 triliun yen (US$ 107 miliar) ini akan dihabiskan dalam 15 bulan dan setengahnya dibiayai dari utang pemerintah.
Anggaran infrastruktur Jepang tersebut setara dengan 25% dari total dana infrastruktur yang diperlukan negara-negara di seluruh dunia tiap tahun menurut OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development).
Belanja atau penggunaan anggaran pemerintah memang menjadi obat klasik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang melemah. Jepang telah mengucurkan US$ 2 triliun untuk industri guna mendorong ekonomi, namun tetap sulit.
Para pengamat ekonomi mengingatkan, Jepang memang harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara hati-hati karena anggaran yang dikeluarkan pemerintah selama ini kurang berhasil mendorong ekonomi dan malah hanya meningkatkan utang saja.
Soal keandalan infrastruktur, Jepang saat ini memang sudah top. Panjang jalan yang dimiliki negara Matahari Terbit ini mencapai 1,2 juta kilometer atau kelima terpanjang di dunia. Jepang juga mempunyai 680 ribu jembatan di seluruh negaranya, 10 ribu terowongan, 250 kereta peluru atau super cepat dan 98 bandara.
Pembangunan infrastruktur di Jepang saat ini memang sia-sia karena sudah lengkap. Contoh saja bandara Ibaraki, 85 kilometer di sebelah utara Tokyo, yang dibuka 2010 dengan nilai US$ 225 juta (Rp 2,1 triliun) sebagai bandara khusus penerbangan murah. Saat ini, bandara tersebut hanya melayani 6 penerbangan sehari, jadi tidak efektif mendorong ekonomi.
Selain itu, pembangunan jalan baru di Jepang juga bakal sia-sia. Kenapa? Karena saat ini makin sedikit jumlah mobil yang ada di jalanan. Perusahaan riset otomotif Jepang bahkan mengatakan, penjualan mobil di Jepang akan turun dari 5,4 juta unit tahun lalu menjadi hanya 4,5 juta unit di 2020, dan hanya 3 juta di 2040.
Baca Juga:
- Cara Semut Selamat Dari Banjir Besar
- Jepang Membuat Rokok Tanpa Asap
- Tubuh Pria Ini Tinggal Separuh dan Masih Hidup