Opoae ~ Ada banyak hal yang bisa mengacu pada ketidakseimbangan level testosteron, yang dapat mempengaruhi kelelakian Anda. Salah satunya adalah hipogonadisme.
Hipogonadisme merupakan jenis gangguan yang terkait dengan kurangnya produksi testosteron. Secara medis, hipogonadisme merupakan kondisi penurunan kadar hormon laki-laki atau testosteron yang terjadi karena adanya gangguan interaksi hormonal, meliputi androgen dan testosteron.
Para penderita hipogonadisme atau penurunan kadar hormon testosteron umumnya merasakan beberapa keluhan, di antaranya menurunnya libido, terjadi disfungsi ereksi, berkurangnya kekuatan otot, dan meningkatnya massa lemak tubuh.
Selain itu, para penderita tidak jarang mengalami penurunan densitas tulang, penurunan vitalitas, serta gangguan mood. Hipogonadisme juga dapat mengubah arakteristik fisik maskulin tertentu dan merusak fungsi reproduksi, seperti infertilitas dan rambut menipis.
"Hipogonadisme menyebabkan perubahan mental dan emosional, misalnya kelelahan, penurunan gairah seksual, dan kesulitan berkonsentrasi," ujar Prof. Dr. Johan S Masjhur, SpPD-KEMD, dokter spesialis penyakit dalam di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Fakta yang mengejutkan, hipogonadisme kemungkinan dapat menimbulkan masalah psikologis pada diri Anda sehingga tidak mampu memuaskan pasangan ketika berhubungan intim.
Tanda Gangguan
Salah satu gejala yang menunjukkan adanya gangguan ini ialah tidak sempurnanya ukuran testis atau terganggunya pertumbuhan penis dan testis. Jadi bila Anda merasa ukuran testis Anda tidak normal, cobalah periksakan ke dokter.
"Kami punya semacam standar sebagai pembanding ukuran testis pada masing-masing usia. Jadi kalau periksa, kami pegang, lalu kami bandingkan lebih besar atau lebih kecil. Untuk orang dewasa, kurang lebih seperti telur puyuh ukurannya," kata Dr. Em Yunir, SpPD-KEMD dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).
Meski tidak selalu terkait langsung, ukuran testis yang tidak normal bisa mempengaruhi produksi testosteron dan proses spermatogenesis atau pembentukan sperma. Jika testis terlalu kecil, produksi sperma biasanya lebih rendah, baik dari segi jumlah maupun kualitas.
Apabila gangguan pada pertumbuhan testis terbukti berhubungan dengan hipogonadisme, maka dampaknya bisa lebih luas lagi. Menurut Dr. Em Yunir, hipogonadisme juga bisa menyebabkan perubahan mental dan emosional, misalnya kelelahan, penurunan gairah seks, dan disfungsi ereksi.
Selain ukuran testis yang tidak normal, menurut ahli dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ini, seorang pria yang memiliki wajah babyface atau awet muda juga disinyalir cenderung rentan terhadap hipogonadisme.
"Apabila anak sudah 15 hingga 17 tahun, tapi secara fisik belum terlihat kumis atau rambut halus di bagian tubuh tertentu, seperti di ketiak atau sekitar alat kelamin, penis tidak berkembang, tidak mengalami perubahan suara, tidak ada jerawat pada wajah, atau tidak ada tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan seksual lainnya, maka perlu diwaspadai terjadinya hipogonadisme," tutur Dr Em Yunir. (ins)
Hipogonadisme merupakan jenis gangguan yang terkait dengan kurangnya produksi testosteron. Secara medis, hipogonadisme merupakan kondisi penurunan kadar hormon laki-laki atau testosteron yang terjadi karena adanya gangguan interaksi hormonal, meliputi androgen dan testosteron.
Para penderita hipogonadisme atau penurunan kadar hormon testosteron umumnya merasakan beberapa keluhan, di antaranya menurunnya libido, terjadi disfungsi ereksi, berkurangnya kekuatan otot, dan meningkatnya massa lemak tubuh.
Selain itu, para penderita tidak jarang mengalami penurunan densitas tulang, penurunan vitalitas, serta gangguan mood. Hipogonadisme juga dapat mengubah arakteristik fisik maskulin tertentu dan merusak fungsi reproduksi, seperti infertilitas dan rambut menipis.
"Hipogonadisme menyebabkan perubahan mental dan emosional, misalnya kelelahan, penurunan gairah seksual, dan kesulitan berkonsentrasi," ujar Prof. Dr. Johan S Masjhur, SpPD-KEMD, dokter spesialis penyakit dalam di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Fakta yang mengejutkan, hipogonadisme kemungkinan dapat menimbulkan masalah psikologis pada diri Anda sehingga tidak mampu memuaskan pasangan ketika berhubungan intim.
Tanda Gangguan
Salah satu gejala yang menunjukkan adanya gangguan ini ialah tidak sempurnanya ukuran testis atau terganggunya pertumbuhan penis dan testis. Jadi bila Anda merasa ukuran testis Anda tidak normal, cobalah periksakan ke dokter.
"Kami punya semacam standar sebagai pembanding ukuran testis pada masing-masing usia. Jadi kalau periksa, kami pegang, lalu kami bandingkan lebih besar atau lebih kecil. Untuk orang dewasa, kurang lebih seperti telur puyuh ukurannya," kata Dr. Em Yunir, SpPD-KEMD dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).
Meski tidak selalu terkait langsung, ukuran testis yang tidak normal bisa mempengaruhi produksi testosteron dan proses spermatogenesis atau pembentukan sperma. Jika testis terlalu kecil, produksi sperma biasanya lebih rendah, baik dari segi jumlah maupun kualitas.
Apabila gangguan pada pertumbuhan testis terbukti berhubungan dengan hipogonadisme, maka dampaknya bisa lebih luas lagi. Menurut Dr. Em Yunir, hipogonadisme juga bisa menyebabkan perubahan mental dan emosional, misalnya kelelahan, penurunan gairah seks, dan disfungsi ereksi.
Selain ukuran testis yang tidak normal, menurut ahli dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ini, seorang pria yang memiliki wajah babyface atau awet muda juga disinyalir cenderung rentan terhadap hipogonadisme.
"Apabila anak sudah 15 hingga 17 tahun, tapi secara fisik belum terlihat kumis atau rambut halus di bagian tubuh tertentu, seperti di ketiak atau sekitar alat kelamin, penis tidak berkembang, tidak mengalami perubahan suara, tidak ada jerawat pada wajah, atau tidak ada tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan seksual lainnya, maka perlu diwaspadai terjadinya hipogonadisme," tutur Dr Em Yunir. (ins)
Baca Juga:
- Dari Benci Berubah Menjadi Cinta Islam
- 5 Olahraga Yang Bisa Buat Panjang Umur
- Beberapa Kisah Sensasional Lady Gaga