Opoae ~ Bosan menjadi buruh pengusaha roti, Sumadi (42) memutuskan keluar dari pekerjaannya itu demi mengembangkan usahanya secara mandiri. Modal membuka usaha diperoleh dari perhiasan yang dijual. Berkat kegigihan dan kerja keras, usaha itu berkembang. Kini dari usaha Sumadi itu beromzet minimal Rp6 juta per hari. (WAW)
Sumadi warga Dusun Jaten, Desa Triharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, memulai usaha membuat roti Kholombeng pada 1990. Saat itu bersama istrinya, Nanik (36), Sumadi memutuskan menjual sejumlah perhiasan yang dimiliki -hasil bekerja selama sepuluh tahun pada seorang pengusaha roti di Kota Yogyakarta- untuk dijadikan modal awal usaha membuat roti yang dinamainya roti Kholombeng.
Pada awal usahanya Sumadi mengaku mampu memproduksi sekitar 100 bungkus roti Kholombeng sehari. Roti itu kemudian dijual ke Pasar Beringharjo dan sejumlah pasar tradisional lainnya di wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.
“Jadi, selesai membuat roti siang hari ini, keesokan harinya saya antar sendiri roti-roti itu ke pasar-pasar tradisional dengan menggunakan sepeda onthel. Saya jualan, keliling dari satu pasar ke pasar lain di Bantul sampai Kota Yogya,” ujar Sumadi, Senin 28 Januari 2013
Roti buatannya, kata Sumadi, laris dibeli pedagang pasar lantaran rasanya yang cukup lezat. Apalagi ia menjualnya dengan harga Rp350 untuk satu bungkus dengan isi 10 roti Kholombeng, bagi pedagang di pasar itu harga yang amat murah.
Dalam waktu singkat, peminat roti buatannya pun makin banyak. Pesanan kian bertambah. Sumadi merasa kewalahan jika harus mengerjakan semua usaha pembuatan roti ini sendirian. Sumadi kemudian merekrut karyawan.
“Dengan permintaan yang pesat saya pun harus menambah tenaga kerja. Saya lalu merekrut tetangga untuk membuat roti. Hingga saat ini saya punya tujuh karyawan,”jelasnya
Sumadi yang merupakan ayah dari tiga putra yang semuanya masih duduk di bangku sekolah dasar ini, mengaku kini produksi rotinya per hari bisa mencapai 1500 bungkus roti. Penjualannya pun kian mudah.
“Untuk pemasaran didistribusikan kepada pedagang roti grosiran, ada juga pedagang roti yang mengambil roti dari rumah produksinya ini,” kata Sumadi.
Memproduksi roti Kholombeng 1500 bungkus sehari, Sumadi menjelaskan, bisa menghabiskan 7 hingga 8 karung terigu. Jika dalam kondisi pasar sepi, minimal sehari menghabiskan 5 karung terigu untuk produksi.
Dalam hal ini, lanjut Sumadi, juga sudah ada kerjasama dengan perusahaan terigu demi menjamin mutu roti buatannya. “Selama saya menggeluti usaha pembuatan roti Kholombeng ini ada perusahaan terigu di Semarang yang memberikan pelatihan pembuatan roti sehingga komposisinya baik dan rasanya lebih nikmat,” katanya.
Dengan produksi 1500 bungkus roti kholombeng, dalam seharinya ini Sumadi mampu mengantungi penghasilan hingga Rp6 juta. Penghasilan tersebut masih kotor karena masih dipotong biaya untuk bahan baku, gaji karyawan yang dibayarkan setiap minggunya serta biaya transportasi mengantar pesanan roti.
Sayangnya, baik Sumadi maupun Nanik tak mau menyebutkan berapa keuntungan bersih usahanya ini per hari. “Pokoknya cukup lumayan,” kata sumadi.
Sumadi kini dapat menggaji karyawannya Rp30 ribu per hari untuk membuat roti. Jika ada banyak pesanan, karyawannya pun akan mendapat uang tambahan dari membuat roti dengan sistem borongan itu.
“Dengan bekerja sebagai pembuat roti cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Dani, salah seorang karyawan Sumadi.
Sumadi warga Dusun Jaten, Desa Triharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, memulai usaha membuat roti Kholombeng pada 1990. Saat itu bersama istrinya, Nanik (36), Sumadi memutuskan menjual sejumlah perhiasan yang dimiliki -hasil bekerja selama sepuluh tahun pada seorang pengusaha roti di Kota Yogyakarta- untuk dijadikan modal awal usaha membuat roti yang dinamainya roti Kholombeng.
Pada awal usahanya Sumadi mengaku mampu memproduksi sekitar 100 bungkus roti Kholombeng sehari. Roti itu kemudian dijual ke Pasar Beringharjo dan sejumlah pasar tradisional lainnya di wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.
“Jadi, selesai membuat roti siang hari ini, keesokan harinya saya antar sendiri roti-roti itu ke pasar-pasar tradisional dengan menggunakan sepeda onthel. Saya jualan, keliling dari satu pasar ke pasar lain di Bantul sampai Kota Yogya,” ujar Sumadi, Senin 28 Januari 2013
Roti buatannya, kata Sumadi, laris dibeli pedagang pasar lantaran rasanya yang cukup lezat. Apalagi ia menjualnya dengan harga Rp350 untuk satu bungkus dengan isi 10 roti Kholombeng, bagi pedagang di pasar itu harga yang amat murah.
Dalam waktu singkat, peminat roti buatannya pun makin banyak. Pesanan kian bertambah. Sumadi merasa kewalahan jika harus mengerjakan semua usaha pembuatan roti ini sendirian. Sumadi kemudian merekrut karyawan.
“Dengan permintaan yang pesat saya pun harus menambah tenaga kerja. Saya lalu merekrut tetangga untuk membuat roti. Hingga saat ini saya punya tujuh karyawan,”jelasnya
Sumadi yang merupakan ayah dari tiga putra yang semuanya masih duduk di bangku sekolah dasar ini, mengaku kini produksi rotinya per hari bisa mencapai 1500 bungkus roti. Penjualannya pun kian mudah.
“Untuk pemasaran didistribusikan kepada pedagang roti grosiran, ada juga pedagang roti yang mengambil roti dari rumah produksinya ini,” kata Sumadi.
Memproduksi roti Kholombeng 1500 bungkus sehari, Sumadi menjelaskan, bisa menghabiskan 7 hingga 8 karung terigu. Jika dalam kondisi pasar sepi, minimal sehari menghabiskan 5 karung terigu untuk produksi.
Dalam hal ini, lanjut Sumadi, juga sudah ada kerjasama dengan perusahaan terigu demi menjamin mutu roti buatannya. “Selama saya menggeluti usaha pembuatan roti Kholombeng ini ada perusahaan terigu di Semarang yang memberikan pelatihan pembuatan roti sehingga komposisinya baik dan rasanya lebih nikmat,” katanya.
Dengan produksi 1500 bungkus roti kholombeng, dalam seharinya ini Sumadi mampu mengantungi penghasilan hingga Rp6 juta. Penghasilan tersebut masih kotor karena masih dipotong biaya untuk bahan baku, gaji karyawan yang dibayarkan setiap minggunya serta biaya transportasi mengantar pesanan roti.
Sayangnya, baik Sumadi maupun Nanik tak mau menyebutkan berapa keuntungan bersih usahanya ini per hari. “Pokoknya cukup lumayan,” kata sumadi.
Sumadi kini dapat menggaji karyawannya Rp30 ribu per hari untuk membuat roti. Jika ada banyak pesanan, karyawannya pun akan mendapat uang tambahan dari membuat roti dengan sistem borongan itu.
“Dengan bekerja sebagai pembuat roti cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Dani, salah seorang karyawan Sumadi.
Baca Juga:
- 6 Hewan Cerdas Dengan Ingatan Baik
- Menghilangkan Sedih Dengan Menyanyi Di Kamar Mandi...
- Bedanya Lalu Lintas Korea Utara Dengan Indonesia
Sumber: http://iannnews.com/ways-to-success-365-163-modal-rp350-ribu-kini-beromset-jutaan-sehari