{[['']]}
Ia adalah buah dari Pollia condensata, tanaman yang tumbuh dengan ketinggian kurang dari setengah meter di Ethiopia, Angola, dan Mozambik. Buahnya berbentuk bundar, kecil, dengan warna metalik seperti manik-manik.
Yang istimewa dari kulit buahnya, meski berwarna kebiruan, ia sejatinya tak punya pigmen biru. Riset terbaru yang dimuat di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences menyebut, alih-alih memiliki struktur warna, kulitnya merefleksikan gelombang cahaya yang ukurannya berbeda-beda.
Tiap individu sel menghasilkan warna beragam, yang membuatnya seperti lukisan pointillism, teknik yang dimiliki pelukis impresionis merangkai titik menjadi sebuah lukisan yang utuh. Saat dilihat di bawah mikroskop, kulitnya terlihat berubah warna tergantung dari sudut mana ia diamati.
Ketebalan lapisan selnya juga menentukan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan. Beberapa sel memiliki lapisan tipis yang merefleksikan warna biru, yang lebih tebal menghasilkan warna hijau atau merah.
Dr Beverley Glover dari Department of Plant Sciences, University of Cambridge mengatakan, "Pollia condensata telah berevolusi secara cerdas."
"Tanaman kecil ini sungguh fantastis, mampu membuat buahnya mengkilap, gemerlapan, multiwarna, menjadi sinyal yang menarik untuk burung di sekitarnya, tanpa membuang cadangan fotosintesis hanya untuk memberi makan burung," kata dia.
Seperti diketahui, tanaman membutuhkan bantuan mahluk lain, seperti serangga dan burung untuk menebar benih. "Ini evolusi yang sangat cerdas."
Meski buahnya tak punya nilai gizi, burung-burung tertarik pada warnanya yang terang. Mungkin dianggap indah untuk dekorasi sarang, atau untuk membuat pasangan mereka terkesan.
Yang juga mengesankan, warna buah Pollia condensata tak pudar oleh waktu. Para peneliti menemukan sampel buah di koleksi herbarium dari abad ke-19, yang masih mengkilap dan berwarna-warni seperti yang ada di alam.
Jadi inspirasi
Tak hanya menimbulkan decak kagum, Pollia condensata bisa jadi inspirasi untuk manusia. "Dengan mengambil inspirasi dari alam, kita bisa memanfaatkan kecerdasan kita untuk memanfaatkan material yang melimpah, murah, dan berkelanjutan seperti selulosa," kata Dr Silvia Vignolini dari Departemen Fisika University of Cambridge.
Dia meyakini, selulosa seperti pada Pollia condensata bisa digunakan untuk membuat produk pewarna untuk kepentingan industri. Misalnya, menggunakan selulosa berbasis struktur nano dengan warna struktural sebagai pengganti pewarna beracun dan pewarna makanan.